Selasa, 25 Oktober 2016

Penyakit Tularemia ( Francisella tularensis)

Definisi
Tularemia Merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri dengan manifestasi klinis yang sangat bervariasi tergantung kepada tempat masuknya bakteri dan virulensi dari bakteri yang menginfeksi. Penyakit ini menyerang berbagai jenis hewan termasuk domba.

Etiologi
Tularemia disebabkan oleh bakteri Francisella tularensis atau Pasteurella tularensis, sejenis kokobasilus yang non motil, berbentuk kecil, gram negatif. Semua isolat secara serologis homogen dibedakan satu sama lain secara epidemiologis dan biokemis yaitu menjadi Jellison Type A (F. tularensis biovarian tularensis) dengan LD50 pada kelinci lebih kecil dari 10 bakteria atau Jellison type B (F. tularensis biovarian palaearctica) dengan LD50 pada kelinci lebih besar dari 107 bakteria. Didalam tinja yang kering bakteri ini dapat hidup selama 25-30hari.

Klasifikasi 
Domain           : Bacteria 
Phylum            : Proteobacteria 
Class                : Gamma Proteo Bacteria 
Ordo                : Thiotrichales 
Family             : Francisellaceae 
Genus              : Francisella 
Spesies            : Francisella tularensis 

Morfologi 
Francisella tularensis adalah bakteri Gram negatif (bakteri Gram negatif terdiri dari outermembran dengan peptidoglikan, tidak seperti bakteri Gram positif yang mempunyai dinding sel yang tebal dan tidak mempunyai outermembran. Kebanyakan bakteri Gram negatif bersifat patogen), dengan phili pada permukaan. Bakteri ini bersifat nonmotil, aerob, dan tidak berspora. Di alam baktri ini dapat bertahan lama pada temperatur rendah di air, tanah, dan bangkai hewan. Dalam penelitian laboratorium, Francisella tularensis berukuran 0,2 m dan tumbuh pada suhu 35-37°C. 

Bakteri Francisella tularensis 
Ada empat suspecies dari Francisella tularensis yang diketahui. Dua strain dari Francisella tularensis yang paling banyak dipelajari yaitu tipe A yang lebih virulen (ditemukan di Amerika Utara) dan tipe B yang kurang virulen (subspecies holartica, ditemukan di Eropa). Dua species lain adalah mediasiatica yang tidak virulen, ditemukan di Asia Tengah, dan novicida yang tidak banyak diketahui. Francisella tularensis mempunyai kromosom yang berbentuk bulat dan mempunyai 52 RNA yang terdiri dari 32% Guanin dan Sitosin, 79% gen fungsional. Kebanyakan bakteri Francisella mempunyai ukuran dan bentuk yang sama. Mereka ditutupi oleh kapsul seperti lapisan dengan batas yang jelas. Keturunan yang virulen seperti Francisella tularensis mempunyai kapsul yang tebal sementara yang tidak virulen mempunyai kapsul yang tipis. Bakteri ini terdiri dari 4 tipe pili di permukaan yang digunakan untuk menempel di jaringan inang, pembentukan biofilm, dan pembentukan motil. Francisella tularensis juga terdiri dari siderophores yang tumbuh di bawah besi. 
Siderophores adalah molekul kecil yang dapat mengikat reseptor di membran bakteri. Keistimewaan ini penting untuk bakteri karena replikasi intraseluler dari Francisella tularensis tergantung pada besi, bahkan bakteri yang virulen adalah yang tergantung pada besi.

Epidemiologi
Tularemia tersebar hampir di semua bagian Amerika Utara dan di sebagian besar benua Eropa, di bekas Uni Soviet, Cina dan Jepang. Di AS penyakit ini ditemukan sepanjang tahun; insidensi penyakit ini ditemukan lebih tinggi pada orang dewasa dimusim dingin pada saat musim perburuan kelinci dan pada anak-anak dimusim panas pada saat densitas vektor berupa kutu dan lalat pada menjangan/kijang meningkat. Francisella tularensis biovarian tularensis terbatas ditemukan hanya dibagian utara benua Amerika dan sering ditemukan pada kelinci (jenis Cottontail, Jack dan Snowshoe), dan biasanya penularan terjadi karena gigitan kutu binatang tersebut. Sedangkan Francisella tularensis biovarian palaearctica sering ditemukan pada mamalia selain kelinci di bagian utara benua Amerika; berbagai strain ditemukan di Elerasia pada binatang jenis voles, muskrat dan tikus air. Sedangkan di Jepang ditemukan pada kelinci.

Reservoir
Berbagai jenis binatang liar seperti kelinci, hares, voles, muskrats, beavers dan beberapa jenis binatang domestik dapat berperan sebagai reservoir; begitu juga berbagai jenis kutu dapat berperan sebagai reservoir, sebagai tambahan telah ditemukan siklus penularan dari rodentia – nyamuk untuk F. tularensis biovarian palaearctica didaerah Skandinavia, Baltic dan Rusia.

Cara penularan
Berbagai cara penularan telah diketahui antara lain melalui gigitan binatang berkaki beruas (artropoda) seperti kutu Dermacentor andersoni, kutu anjing D. variabilis, Anblyomma americanum (the lonestar stick); dan walaupun jarang terjadi, lalat Chrysops discalis pada kijang/menjangan dapat juga menularkan penyakit ini. Di Swedia nyamuk Aedes cinerius diketahui dapat menularkan penyakit ini melalui inokulasi kulit, melalui mukosa konjungtiva dan mukosa orofaring yang terpajan dengan air yang terkontaminasi.
Penularan dapat juga terjadi karena terpajan dengan darah atau jaringan binatang yang terinfeksi (pada waktu menguliti binatang, memotong daging atau pada waktu melakukan nekropsi); mengkonsumsi daging atau jaringan binatang yang terinfeksi yang tidak dimasak dengan sempurna; minum air yang terkontaminasi; inhalasi debu yang terkontaminasi atau inhalasi partikel dari tumpukan rumput/jerami kering dan padi-padian yang terkontaminasi. Jarang sekali penularan terjadi melalui gigitan coyote (sejenis rubah), tupai, musang, babi hutan, kucing atau anjing yang mulutnya tercemar karena diduga memakan binatang yang terinfeksi. Penularan juga jarang terjadi karena bulu dan cacar binatang. Jika penularan terjadi karena kecelakaan dilaboratorium biasanya berupa pneumonia primer dn tularemia tifoidal.




Masa Inkubasi
Masa inkubasi sangat bergantung pada virulensi daripada mikroorganisme dan tergantung pada ukuran inokulum. Biasanya berkisar antara 1 – 14 hari, rata-rata 3 – 5 hari.

Masa Penularan
Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Pada penderita yang tidak diobati mirkoorganisme penyebab penyakit ditemukan didalam darah selama 2 minggu pertama infeksi, dan ditemukan didalam lesi selama satu bulan bahkan terkadang lebih lama. Lalat mengandung bakteri selama 14 hari dan kutu selama hidup mereka (sekitar 2 tahun). Daging kelinci yang dibekukan pada suhu –150C (50F) tetap infektif selama 3 tahun.

Gejala Klinis
Gejala klinis lebih sering muncul sebagai ulcus yang indolen ditempat masuknya bakteri disertai dengan pembengkakan kelenjar limfe disekitarnya (tipe ulseroglanduler). Manifestasi lain dapat berupa infeksi tanpa disertai timbulnya ulcus, hanya terjadi pembengkakan satu atau beberapa kelenjar limfe disertai dengan rasa sakit. Pembengkakan kelenjar limfe ini mengalami supurasi (tipe glanduler). Tertelannya mikroorganisme karena mengkonsumsi makanan dan minuman yang tercemar dapat menimbulkan faringitis dengan rasa sakit (dengan atau tanpa terjadi ulserasi), sakit perut, diare dan muntah (tipe orofaringeal). Jika mikroorganisme masuk kedalam tubuh melalui
inhalasi dapat terjadi pneumonia atau sindroma septikemi primer, jika tidak segera diberi pengobatan yang tepat, dapat menimbulkan kematian dengan CFR sekitar 30 – 60% (tipe tifoidal). Mikroorganisme yang masuk melalui darah biasanya menimbulkan penyakit yang terlokalisir pada paru dan ruangan pleura (tipe pleuropulmoner). Walaupun sangat jarang sekali, mikroorganisme dapat masuk melalui Sacus conjunctivus dan menimbulkan konjungtivitis purulenta disertai dengan pembengkakan kelenjar limfe disekitarnya (tipe okuloglanduler). Dari semua tipe infeksi diatas dapat terjadi komplikasi pneumonia yang memerlukan pengenalan dan pengobatan secara dini untuk mencegah kematian.
Ada dua biovarians dengan patogenisitas yang berbeda yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Organisme yang disebut dengan nama Jellison type A adalah jenis yang lebih virulen, jika tidak diobati dengan benar dapat menimbulkan kematian dengan CFR berkisar antara 5 – 15% terutama disebabkan oleh penyakit dengan tipe tifoidal atau dengan tipe pleuropulmoner. Dengan pengobatan menggunakan antibiotika yang tepat CFR dapat diturunkan secara bermakna. Biovarian dengan nama Jellison type B, virulensinya lebih rendah walaupun tidak diobati, CFR-nya rendah. Secara klinis tularemia sulit dibedakan dengan pes dan dengan penyakit lain seperti infeksi oleh Stafilokokus dan Streptokokus, Cat Scratch fever, Sporotrichosis oleh karena semua penyakit yang disebutkan diatas dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar limfe yang bubonik dan pneumonia berat.



Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan diagnosa pasti dibuat karena adanya kenaikan titer antibodi spesifik yang muncul pada minggu kedua sakit. Terjadi reaksi silang dengan infeksi spesies Brucella. Diagnosa cepat dibuat melalui pemeriksaan spesimen yang diambil dari eksudat ulcus dan aspirat dari kelenjar limfe dengan tes FA. Biopsi yang dilakukan untuk tujuan diagnostik harus dilindungi dengan pemberian antibiotik yang tepat karena tindakan biopsi dapat menimbulkan septikemi. Bakteri penyebab infeksi dapat diisolasi melalui kultur pada media khusus seperti dengan media cysteine glucose blood agar atau dengan melakukan inokulasi binatang percobaan dengan bahan yang diambil dari lesi, darah dan sputum. Untuk menentukan biovarians dilakukan dengan pemeriksaan reaksi kimiawi. Tipe A memfermentasikan gliserol dan merubah citrulline menjadi ornithine. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dengan sangat hati-hati oleh karena dapat terjadi penularan bahan infeksius melalui udara. Oleh karena itu identifikasi dengan menggunakan media kultur hanya dilakukan dilaboratorium rujukan yang sudah sangat berpengalaman dengan fasilitas keamanan yang memadai. Umumnya diagnosis ditegakkan hanya dengan pemeriksaan serologis.

Penatalaksanaan
Obat pilihan adalah streptomisin atau gentamisin, diberikan selama 7 – 14 hari; sedangkan tetrasiklin dan kloramfenikol bersifat bakteriostatik jika diberikan kurang dari 14 hari, relaps lebih sering terjadi dibandingkan pengobatan dengan menggunakan streptomisin. Namun telah ditemukan mikroorganisme virulen yang resisten terhadap streptomisin. Tindakan insisi, biopsi, aspirasi yang dilakukan untuk mengambil sampel pada kelenjar limfe yang terinfeksi dapat menyebarkan infeksi. Tindakan ini harus dilindungi dengan antibiotika yang tepat.

Pencegahan
  • Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menghindari diri terhadap gigitan kutu, lalat dan nyamuk. Hindari minum air, mandi atau bekerja diperaiaran yang tidak ditangani dengan baik dimana didaerah tersebut angka infeksi pada binatang liar sangat tinggi.
  • Pakailah sarung tangan pada saat menguliti binatang terutama kelinci. Masaklah daging kelinci liar atau binatang rodensia sebelum dikonsumsi.
  • Berlakukan larangan pengapalan antar pulau terhadap hewan atau daging hewan yang terinfeksi.
  • Vaksinasi intradermal dengan skarifikasi menggunakan vaksin jenis “Live attenuated” digunakan secara luas dibekas Uni Soviet dan secara terbatas digunakan dikalangan pekerja dengan risiko penularan di AS. Vaksin “Live anttenuated” yang dulu pernah digunakan untuk tujuan penelitian
  • pada petugas laboratorium di AS saat ini tidak lagi tersedia.
  • Pakailah masker, pelindung mata, sarung tangan dan jas laboratorium (Personal Protection Equipment) dan pergunakan kabinet dengan tekanan negatif pada saat bekerja dengan kultur F. tularensis.


Prognosis

Jika diobati, sebagian besar penderita bisa diselamatkan.
Sekitar 6% penderita yang tidak diobati akhirnya meninggal. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi yang tidak terkontrol, pneumonia, meningitis (infeksi selaput otak) atau peritonitis (infeksi selaput rongga perut).

Jarang terjadi kekambuhan, tetapi jika pengobatannya tidak adekuat, maka bisa terjadi kekambuhan.
Penderita tularemia nantinya akan membentuk kekebalan terhadap infeksi ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar