Definisi
Epidemiologi
Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dengan 120 juta manusia terjangkit. WHO
mencanangkan program dunia bebas filariasis pada tahun 2020. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah
tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei
pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar
di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus
kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah
jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang
sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko
tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas.
Etiologi
infeksi oleh sekelompok cacing nematoda
parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea.
A. Klasifikasi
Cacing filaria (Wuchereria bancrofti)
Wuchereria
bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini
gilig memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab
penyakit kaki gajah berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di
Indonesia cacing yang dikenal sebagai penyebab penyakit tersebut adalah
wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori.
Klasifikasi
ilmiah
Kingdom:
Animalia
Classis
: Secernentea
Ordo
: Spirurida
Upordo
: Spirurina
Family
: Onchocercidae
Genus
:
Wuchereria
Species
: Wuchereria bancrofti
B. Morfologi
dan siklus hidup cacing filaria
Ciri-ciri
cacing filaria
Cacing
dewasa (makrofilaria), berbentuk seperti benang berwarna putih
kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti
benang berwarna putih susu. Cacing dewasa hidup dalam pembuluh kelenjar limfa.
Cacing betina ukurannya 65-100 mm x 0.25mm dan ekornya lurus berujung
tumpul, sedangkan cacing jantan berukuran 40mm x 0.1mm dan ekor melingkar.
Cacing betina mengeluarkan microfilaria. Microfilaria bersarung berukuran
panjang kurang lebih 250 mikron dan pada umumnya ditemukan dalam darah tepi
pada waktu malam(periodisitas nocturna). (rosdiana safar 2010)
Siklus
hidup cacing filaria (wuchereria bancrofti)
Vector dari cacing filaria adalah nyamuk Culex (cx. Quinquifafasciatus),
Anopheles, dan Aedes. Nyamuk menghisap darah manusia yang mengandung
microfilaria waktu malam hari. Dalam lambung, nyamuk microfilaria akan berubah
menjadi larva yang berbentuk gemuk dan pendek (stadium 1), lalu pindah ke
thorax nyamuk menjadi larva yang berbentuk gemuk dan panjang(stadium 2),
kemudian masuk ke kelenjar ludah nyamuk membentuk larva yang panjang dan
halus(stadium 3). Bila nyamuk menggigit manusia maka nyamuk (stadium 3)akan
dimasukkan ke pembuluh darah dan pembuluh limfa manusia menjadi nyamuk
(stadium4). Kemudian (stadium4) akan menuju kelenjar limfa dan menjadi dewasa
jantan dan betina yang disebut (stadium5). Setelah cacing dewasa kawin
dikelenjar limfa maka yang betina akan melahirkan microfilaria. Lingkaran hidup
didalam tubuh manusia mulai (stadium3) masuk kedalam tubuh manusia sampai
ditemukan microfilaria didarah perifer, berlangsung dalam waktu 10-14
hari.(rosdiana safar 2010)
Patofisiologi
Penyakit
filariasis atau biasa disebut dengan penakit kaki gajah merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai
jenis nyamuk. Tetapi tidak semua pengandung w.bancrofti ini menjadi sakit.
Microfilaria pada umumnya tidak menimbulkan kelainan, namun yang menyebabkan
gejala ialah cacing dewasa,bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui
cacing filaria dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa ini melalui saluran limfe
aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada
tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan
plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh
darah di sekitarnya.
Akibat
kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta
makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi
inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan
pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan
rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema
dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut
menjadi tak terhindarkan lagi.
Jadi,
jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa
(Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh
penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh.
Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif
yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup,
pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi
reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian
akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah
membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi
drainase limfe di daerah tersebut.
Tanda dan Gejala
1. Filariasis Akut
a. Demam berulang-ulang
selama 3 - 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah
bekerja berat
b. pembengkakan kelenjar
getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis)
yang tampak kemerahan, panas dan sakit
c. radang saluran kelenjar
getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau
pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
d. filarial abses akibat
seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan
mengeluarkan nanah serta darah
e. pembesaran tungkai,
lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas
(early lymphodema).
2. Filariasis Kronis
a. elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di
bawahnya) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elefantiasis
skroti). sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B.
timori diketahui jarang menyerang bagian kelamin, tetapi W.
bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin
Filariasis biasanya
dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang
menjadi tempat bersarangnya:
1. Filariasis limfatik
Etiologi
Tanda dan Gejala
elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan
di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B.
timori diketahui jarang menyerang bagian kelamin, tetapi W.
bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin.
2. Filariasis subkutan
(bawah jaringan kulit)
Etiologi
Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis(cacing guinea). Mereka
menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis
filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella
ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk Dracunculus,
oleh kopepoda(Crustacea). Selain elefantiasis, bentuk
serangan yang muncul adalah kebutaan Onchocerciasis akibat infeksi oleh Onchocerca volvulus dan migrasi
microfilariae lewat kornea
3. Filariasis rongga
serosa (serous cavity)
Diagnosis
Filariasis dapat
ditegakkan secara Klinis, yaitu bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan
tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis, dengan pemeriksaan darah jari yang
dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai
penderita Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.
Pencegahan
1. berusaha menghindarkan
diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi kontak dengan vector) misalnya
dengan menggunakan kelambu bula akan sewaktu tidur,
2. menutup ventilasi rumah
dengan kasa nyamuk
3. menggunakan obat nyamuk
semprot atau obat nyamuk baker
4. mengoles kulit dengan
obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk dengan membersihkan
tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun,
mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk ;
membersihkan semak-semak disekitar rumah.
Pengobatan
secara massal dilakukan
didaeah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC)
dikombinasikan dengan Albenzol sekali setahun selama 5 - 10 tahun, untuk
mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk
sekali minum adalah, DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg albenzol (1
tablet ) ; pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate sudah mencapai <
1 % ; secara individual / selektif; dilakukan pada kasus klinis, baik stadium
dini maupun stadium lanjut, jenis dan obat tergantung dari keadaan kasus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar