I. Memahami dan menjelaskan Anatomi Renal
1. Makroskopis
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah retroperitoneal. Berbentuk seperti kacang tanah dengan warna coklat kemerahan, yang terbungkus oleh fascia renalis. Pada neonatus terkadang dapat teraba. Ginjal terdiri atas korteks (bagian luar) dan medulla (bagian dalam). Setiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang nantinya akan membentuk piramid (pyramides renales). Dasar dari piramid (basis renalis) terletak diperbatasan antara korteks dengan medulla. Puncak dari piramid disebut papilla (papillae renales) yang berfungsi untuk meneteskan urine. Papillae renales akan bermuara pada calyx minor. 2-3 Calyx minor akan membentuk calyx major. Calyx major ini akan bermuara di pelvis ureter yang mana terletak pada hillus renalis. Alat-alat yang masuk ke hillus renalis adalah A.renalis, N.vagus, plexus symphaticus. Sedangkan alat-alat yang keluar adalah V.renalis, Nn.lymphaticus, ureter.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.
Pada bagian korteks terdiri atas 2 selubung, pertama adalah capsula fibrosa (dalam) dan capsula adiposa (luar). Capsula adiposa merupakan selubung yang dilapisi oleh lemak. Korteks merupakan bagian terpenting pada ginjal. Hal ini dikarenakan pada korteks terdapat glomerolus (filtrasi), tubulus kontortus proksimal (reabsorpsi) serta tubulus kontortus distal.
Panjang dan berat ginjal bervariasi yaitu ± 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur. (Price et.al, 1995)
Setiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron. Pada manusia, pembentukan nefron berakhir pada janin usia 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional. Nefron terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal serta duktus koligens. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman disebut juga badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya
Vaskularisasi pada ginjal berasal dari aorta abdominalis yang bercabang menjadi A.renalis. A.renalis akan bercabang menjadi A.segmentalis, lalu menjadi A.lobaris, setelah itu menjadi A.interlobaris. Dari A.interlobaris akan bercabang lagi menjadi A.arcuata, setelah itu menjadi A.interlobularis dan berakhir pada A.afferent yang akan bermuara pada glomerolus.
Keluar dari glomerolus akan masuk ke A.efferent, dari A.efferent darah menuju ke V.interlobularis, lalu ke V.arcuata, setelah itu ke V.interlobaris, dari V.interlobaris masuk ke V.lobaris, lalu ke V.segmentalis, dan keluar dari ginjal melalui V.renalis. Darah yang berasal dari V.renalis ini akan masuk ke atrium dextra melalui V.cava inferior, yang akan menuju ke atrium dextra. Dari atrium dextra akan berakhir di paru-paru untuk mengalami difusi dengan O2 bebas (sirkulasi pulmonal).
Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis dan menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII.
Pembuluh lymph pada ginjal mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus aorta lateral (sekitar pangkal A.renalis).
2. Mikroskopis
Ginjal terbungkus oleh kapsula fibrosa yang tidak melekat terlalu erat dengan parenkim dibawahnya. Pada potongan ginjal, parenkim terlihat berwarna merah kecoklatan di daerah korteks dan lebih terang di daerah medulla. Parenkim melingkari dan melingkupi sinus renalis. Medulla ginjal tersusun atas piramid, yang dasarnya menghadap korteks dan puncaknya (apeks) menonjol masuk ke dalam lumen calyx minor. Piramid dibungkus oleh jaringan korteks. Pada sisi piramid terdapat substansia kortikalis disebut colummna renalis (Bertini) yang masuk ke dalam daerah medulla sampai mencapai jaringan ikat sinus renalis. Piramid beserta colummna renalis serta jaringan korteks yang berkaitan membentuk lobus ginjal. Dengan demikian ginjal adalah multilobar atau multipiramid yang sesuai dengan lobus ginjal pada masa fetus.
Korteks Medulla
Ginjal tersusun atas unit individual yang disebut tubulus uriniferus. Tubulus uriniferus terdiri atas 2 bagian, yaitu nefron dan duktus koligens. Pangkal nefron berupa kantong buntu disebut kapsula Bowman, berbentuk seperti mangkok berdinding dua lapis. Bagian luar yaitu pars parietalis dibentuk oleh epitel selapis gepeng dan pars visceralis yang dibentuk oleh sel besar yang mempunyai banyak pedicle atau foot processes, yaitu podosit. Podosit berdiri di atas membrana basalis melalui pedikelnya. Antara pedicle terdapat membran tipis disebut filtration slit membrane. Ke dalam kapsula Bowman masuk gulungan kapiler disebut glomerolus. Sel endotel kapiler glomerolus memiliki pori atau fenestra pada sitoplasmanya. Kapsula Bowman bersama glomerolus disebut korpus Malphigi yang fungsi utamanya adalah filtrasi. Hasil filtrasi darah disebut ultra filtrate yang kemudian akan dialirkan ke dalam sistem tubulus. Sistem tubulus terbagi menjadi 3 bagian, yaitu tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus distal. Tubulus proksimal berfungsi sebagai reabsorpsi. Ion Na dipompakan kembali ke jaringan interstitial, glukosa, asam amino dan bahan lain yang masih diperlukan akan diserap kembali dari ultra filtrate. Dinding tubulus proksimal disusun oleh epitel selapis kuboid, dengan inti berbentuk lonjong dan sitoplasma eosinofil, batas antar sel tidak terlihat jelas. Pada permukaan sel terdapat mikrofili yang menonjol ke lumen sehingga memberikan gambaran brush border. Tubulus proksimal mempunyai bagian yang berkelok-kelok (pars kontortus) terdapat di korteks dan bagian yang lurus (pars rektus) turun ke medulla menjadi pars descendens (segmen tebal) ansa Henle. Bagian tipis ansa Henle terletak di medulla tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumennya kecil mirip kapiler. Ansa Henle berbentuk seperti huruf U, pars ascendens dilapisi oleh epitel selapis kuboid (segmen tebal ascendens) dan menjadi bagian dari pars rektus tubulus
A.H Tipis A.H Tebal Pars Descendens A.H Tebal Pars Ascendens
distal. Tubulus distal tersusun atas selapis sel-sel kuboid, pada potongan melintang terlihat sel yang menyusun dinding lebih banyak dan sitoplasma eosinofil lebih sedikit dibandingkan dengan tubulus proksimal. Selain itu juga, pada tubulus distal tidak didapatkan gambaran brush border. Korteks tubulus distal berkelok-kelok, mendekati glomerolus dan kemudian bermuara ke dalam duktus koligens. Sel-sel epitel tubulus distal pada sisi yang dekat ke glomerolus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat sehingga disebut makula densa. Duktus koligens dapat dibedakan dengan tubulus, dimana sel epitel dinding duktus koligens terlihat lebih tinggi, tampak pucat, batas antar sel lebih terlihat tegas dan dinding sel pada apeks cenderung menggelembung menonjol ke lumen.
Tubulus Proksimal Tubulus Distal Duktus Koligens
Pembuluh darah masuk ke glomerolus melalui A.afferent, di dalam kapsula Bowman A.afferent bercabang membentuk glomerolus kemudian menyatu kembali dan keluar sebagai A.efferent. Daerah tempat masuknya pembuluh darah di kapsulal Bowman disebut polus vaskularis. Sedangkan daerah tempat kapsula Bowman bersambungan dengan tubulus proksimal disebut polus urinarius. Pada polus vaskularis korpus Malphigi terdapat struktur khusus yang disebut dengan aparatus juksta glomerolus. Aparatus juksta glomerolus terdiri atas sel jukstaglomerolus, makula densa dan sel mesangial ekstra glomerolus (polkissen). Di luar glomerolus tepat sebelum bercabang, sel otot polos dari tunika muskularis dinding A.afferent berubah menjadi besar.
II. Memahami dan menjelaskan Fisiologi Renal
2.1. Fungsi ginjal
Fungsi primer ginjal mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal :
1. Fungsi ekskresi
• Mempertahankan osmolalitas plasma
• Mempertahankan pH plasma
• Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma
• Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
2. Fungsi non ekskresi
• Menghasilkan renin
• Menghasilkan eritropoietin
• Memetabolisme vitamin D
• Degradasi insulin
• Menghasilkan prostaglandin
Mekanisme kerja nefron dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urin yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi yang difiltrasi dan sebagian kecil substansi yang disekresi.
Mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma kecuali protein yang berat molekulnya > 68.000 (albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meninggalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR). Besarnya SN GFR ditentukan oleh faktor dinding kapiler glomerulus & gaya Starling dalam kapiler tsb.
SN GFR = Kf.(∆P-∆π)
= Kf.P.uf
2.2. Mekanisme pembentukkan urin
1. Penyaringan (Filtrasi )
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, kapilernya menahan komponen selular dan protein besar kedalam vascular system, menekan cairan (filtrat glomerulus) yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Bowman space merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal.
Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan: endothelium kapiler, membrane dasar, epitelium visceral. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatan untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein besar tidak tersaring.
Rintangan untuk filtrasi (filtration barrier) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler & protein plasma tetap didalam darah, sedangkan air & larutan akan bebas tersaring. Selain itu beban listrik dari setiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation lebih mudah tersaring dari pada anion. Hasil penyaringan di glomerulus filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein.
2. . Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )
Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergerakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur: jalur transeluler dan jalur paraseluler.
Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump menekan 3 ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar.
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini (secondary active transport) termasuk glukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif/difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na.
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin.
Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat.
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi/sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Amonia (NH3) adalah hasil pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Zat ini harus dikeluarkan dari tubuh, namun jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu urea.
Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat ini akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen, daya racunnya lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah.
III. Memahami dan menjelaskan Glomerulonefritis
1. Definisi
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
2. Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a. Sterptolisin OA
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas
b. Streptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus
3. Epidemiologi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.
4. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.
6. Diagnosis dan pemeriksaan
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
Gambaran patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN
Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×
Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)
Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
7. Diagnosis Banding
a) Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA nefropati)
• Hematuria berulang yang asimtomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal
• Timbunan IgA di glomeruli
b) Hematuria berulang ringan
c) Purpura Henoch-Schonlein
d) Glomerulonefritis progresif
e) Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
f) MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
g) Lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
8. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
Imunosupresan
1. Kortikosteroid
Sebagai obat tunggal/ dalam kombinasi dengan imunosupresan lain untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi dan untuk mengatasi penyakit autoimun.
Mekanisme kerja
Dapat menurunkan jumlah limfosit secara cepat, bila diberikan dosis besar. Setelah 24 jam diberikan jumlah limfosit dalam sirkulasi biasanya kembali ke nilai sebelumnya serta menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler dan ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin.
Penggunaan klinik
Mencegah penolakan transplantasi ginjal, untuk mengurangi reaksi alergi yang biasa timbul pada pemberian antibodi monoklonal/ antibodi antilimfosic.
Efek samping
Meningkatkan resiko infeksi, ulkus lambung, hiperglikemia, osteoporosis
2. Siklosporin
Absorpsi oral lambat dan tidak lengkap dengan bioavailabilitas 20-50%
Pemberian per oral, kadar puncak tercapai setelah 1,3 sampai 4 jam. Adanya makanan berlemak sangat mengurangi absorpsi siklosporin kapsul lunak.
Penggunaan klinisa
Transplantasi ginjal, jantung, hati, SSTL, paru, pankreas. Pemberian oral dimulai 4-24 jam sebelumtransplantasi dengan dosis 15mg/kgBB, satu kali sehari dan dilanjutkan 1-2 minggu pascatransplantasi. Selanjutnya dosis diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 3-10mg/kgBB.
Efek samping
Hipertensi, hepatotoksisitas, nerotoksisitas, hirsutisme, hiperplasia gingiva, toksisitas gastrointestinal.
3. Takrolimus
Penggunaan klinis
Untuk transplantasi hati, ginjal, jantung.
Efek samping
Nefrotoksisitas, SSP (sakit kepala, tremor, insomnia), mual, diare, hipertensi, hiperkalemia, hipomagnesemia, hiperglikemia
4. Sirolimus
a. Tidak menghambat produksi interleukin oleh sel CD4
b. Menghambat respon CD4 terhadap sitokin
c. Menghambat proliferasi sel B dan produksi imunoglobulin
d. Menghambat respon sel mononuklear terhadap rangsangan colony stimulating factor
Penggunaan klinik : untuk mencegah penolakan transplantasi
Efek samping : trombositopenia, hepatotoksisitas, diare, hipertrigliseridemia, sakit kepala.
9. Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah kebanyakan bentuk glomerulonefritis. Namun, berikut adalah beberapa langkah yang mungkin bermanfaat:
Carilah pengobatan yang tepat dari infeksi strep menyebabkan sakit tenggorokan atau impetigo.
Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan beberapa bentuk glomerulonefritis, seperti HIV dan hepatitis, hindari seks bebas dan menghindari penggunaan narkoba suntikan.
Kontrol tekanan darah Anda, yang mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal dari hipertensi.
Kontrol gula darah anda untuk membantu mencegah nefropati diabetes.
10. Komplikasi
a. Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak mendapat pengobatan secara tuntas.
b. Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang dapat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialysis (bila perlu).
c. Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
d. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
e. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang menurun.
11. Prognosis
Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik, penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%. Penyembuhan sempurna pada pasien dewasa mencapai 80-90%, meninggal selama fase akut 0-5%, terjun menjadi sindrom RPGN 5-10%, dan menjadi kronis 5-10%.
Tanda-tanda prognosis buruk bila oliguria atau anuri berlangsung beberapa minggu, penurunan LFG, hipokomplemenemi menetap, kenaikan konsentrasi circulating fibrinogen-fibrin complexes, dan kenaikan konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP) dalam urin.
IV. Memahami dan menjelaskan taharah
Hadits Nabi saw tentang dua orang yang disiksa di kubur yang salah satunya disebabkan oleh karena tidak bersuci dari bekas kencingnya (HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula perintah Nabi saw “Bersucilah kalian dari kecing (Nailul Authar, I/43). Dikarenakan air seni atau kencing manusia adalah barang najis dan bukan termasuk thayibat (barang yang baik) sebagaimana Alloh SWT firmankan dalam surat al-Baqarah:171 dan setiap yang najis adalah haram untuk dikonsumsi baik benda padat maupun cair, maka secara prinsip mengkonsumsi urine atau kencing manusia hukumnya adalah haram.
(Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, III/511, Syeikh Shalih Al-Fauzan, Al-Ath;imah, hal.17, As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I/19). Masalah penggunaan urine manusia sebagai terapi medis tersebut yakni pasien meminum air kecingnya sendiri atau
orang lain baik dalam bentuk murni ataupun campuran dengan bahan lain dalam kemasan jamu ataupun obat sebenarnya sudah masuk dalam wilayah pembahasan masalah darurat ataupun verifikasi tingkat kebutuhan yang tentunya membutuhkan kriteria, klasifikasi dan persyaratan yang lebih hati-hati serta pembatasan jelas yang dimaksud kondisi darurat.
(QS. Al-Baqarah:173, Al-An’am:119, Al-Maidah:3), Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa memang Islam sangat menganjurkan upaya pengobatan dan ikhtiar medis namun harus berusaha tidak keluar dari prinsip halal sehingga tidak menggampangkan dan gegabah menggunakan alternatif haram. Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh SWT telah menurunkan penyakit dan obat serta telah menciptakan untuk kalian setiap penyakit obatnya, maka berobatlah kalian dan jangan berobat dengan yang haram (HR. Abu Dawud)
Secara prinsip Islam juga mengharamkan untuk berobat dengan segala sesuatu yang haram termasuk khamer dan air seni karena pengharaman sesuatu menurut Imam Ibnul Qayyim (Zadul Ma’ad, III/115-116) menuntut umat Islam untuk menjauhinya dengan segala cara, sedangkan pengambilan sesuatu yang haram sebagai obat konsekuensi dan efeknya adalah akan mendorong orang untuk menyukai dan menjamahnya yang tentunya hal ini bertentangan dengan maksud dan tujuan Allah dalam menetapkan syariah-Nya.
Namun demikian Islam adalah agama rahmat dan tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat karena diantara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat dengan ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi yaitu:
- Benar-benar dalam kondisi gawat darurat bila seorang penderita penyakit tidak mengkonsumsi sesuatu yang haram ini.
- Tidak ada obat alternatif yang halal sebagai pengganti obat yang haram ini.
- Menurut resep atau petunjuk dokter muslim yang kompeten dan memiliki integritas moral dan agama.
Demikian pula halnya hukum menggunakan urine manusia sebagai campuran obat-obatan apalagi praktik jual beli produk barang tersebut para prinsipnya adalah haram sebagaimana sabda Rasulullah saw.
Daftar Pustaka
1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.
5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009.
6. markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html. Accessed April 8th, 2009.
8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009.
9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009.
10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.html. Accessed April 8th, 2009.
11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th, 2009.
12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed April 8th, 2009.
13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April 8th, 2009.
14. Bloom and Fawcett.2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. EGC. Jakarta
15. Gunawan, Sulistia Gan.2007. Farmako Dan Terapi Edisi 5.Balai Penerbit FKUI. Jakarta